Marhaban Ya Ramadhan
“Telah
datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan penuh berkah, maka Allah mewajibkan
kalian untuk berpuasa di bulan itu, saat itu pintu-pintu surga dibuka,
pintu-pintu neraka ditutup, para setan diikat dan pada malam itu juga terdapat
satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang telah
Allah haramkan dirinya dari mendapatkan kebaikan di malam itu, maka (kebaikan)
pun diharamkan untuknya.” (HR.
Ahmad)
Seluruh umat Islam kini menyerukan “Marhaban Ya Ramadhan, Marhaban Ya Ramadhan",
Selamat datang Ramadhan, Selamat datang Ramadhan. Di masjid-masjid, musholla-mushola,
koran-koran, stasiun televisi, radio dan di berbagai mailing list, juga
ucapan-ucapan melalui Sort Massage Service (SMS), ungkapan selamat datang
Ramadhan tampil dengan berbagai ekpresi yang variatif.
Ibnu Rajab Al-Hambali berkata, Hadits di atas merupakan sumber awal munculnya
tradisi untuk saling memberikan ucapan selamat, serta bergembira dalam
menyambut kedatangan bulan Ramadhan dan di kalangan umat manusia khususnya kaum
muslimin, dikarenakan banyaknya kebaikan yang ada di dalamnya.
Setiap media baik cetak maupun elektronik telah siap dengan sederet agendanya masing-masing. Ada
rasa gembira, ke-khusyu'-an, harapan, semangat dan nuansa spiritualitas lainnya
yang sarat makna untuk diekpresikan. Itulah Ramadhan, bulan yang tahun lalu
kita lepas kepergiannya dengan linangan air mata, kini datang kembali.
Sejumlah nilai-nilai dan
hikmah-hikmah yang terkandung dalam ibadah puasa pun marak dikaji dan
kembangkan. Ada nilai sosial, perdamaian, kemanusiaan, semangat gotong royong,
solidaritas, kebersamaan, persahabatan dan semangat pluralisme. Ada pula
manfaat lahiriah seperti: pemulihan kesehatan (terutama pencernaan dan
metabolisme), peningkatan intelektual, kemesraan dan keharmonisan keluarga,
kasih sayang, pengelolaan hawa nafsu dan penyempurnaan nilai kepribadian
lainnya. Ada lagi aspek spiritualitas, yakni puasa untuk peningkatan kecerdasan
spiritual, ketaqwaan dan penjernihan hati nurani dalam berdialog dengan
al-Khaliq. Semuanya adalah nilai-nilai positif yang terkandung dalam puasa yang
selayaknya tidak hanya kita pahami sebagai wacana yang memenuhi intelektualitas
kita, namun menuntut implementasi dan penghayatan dalam setiap aspek kehidupan
kita.
Yang juga penting dalam menyambut
bulan Ramadhan tentunya adalah bagaimana kita merancang langkah strategis dalam
mengisinya agar mampu memproduksi nilai-nilai positif dan hikmah yang
dikandungnya. Jadi, bukan hanya melulu mikir menu untuk berbuka puasa dan sahur
saja. Namun, kita sangat perlu menyusun menu rohani dan ibadah kita. Kalau
direnungkan, menu buka dan sahur bahkan sering lebih istimewa (baca: mewah)
dibanding dengan makanan keseharian kita. Tentunya, kita harus menyusun menu
ibadah di bulan suci ini dengan kualitas yang lebih baik dan daripada hari-hari
biasa. Dengan begitu kita benar-benar dapat merayakan kegemilangan bulan
kemenangan ini dengan lebih mumpuni.
Ramadhan adalah bulan penyemangat.
Bulan yang mengisi kembali baterai jiwa setiap muslim. Ramadhan sebagai “Shahrul Ibadah” harus kita maknai dengan
semangat pengamalan ibadah yang sempurna. Ramadhan sebagai “Shahrul Fath” (bulan kemenangan) harus
kita maknai dengan memenangkan kebaikan atas segala keburukan. Ramadhan sebagai
"Shahrul Huda" (bulan
petunjuk) harus kita implementasikan dengan semangat mengajak kepada jalan yang
benar, kepada ajaran Al-Qur'an dan ajaran Nabi Muhammad Saw. Ramadhan sebagai
"Shahrus-Salam" harus kita
maknai dengan mempromosikan perdamaian dan keteduhan. Ramadhan sebagai “Shahrul Jihad" (bulan perjuangan)
harus kita realisasikan dengan perjuangan menentang kedzaliman dan
ketidakadilan di muka bumi ini. Ramadhan sebagai "Shahrul Maghfirah" harus kita hiasi dengan meminta dan memberikan
ampunan.
Dengan mempersiapkan dan memprogram
aktifitas kita selama bulan Ramadhan ini, insya Allah akan menghasilkan
kebahagiaan. Kebahagiaan akan terasa istimewa manakala melalui perjuangan dan
jerih payah. Semakin berat dan serius usaha kita meraih kebahagiaan, maka
semakin nikmat kebahagiaan itu kita rasakan.
Ramadhan datang menghampiri kita
sebagai tamu yang mulia. Ia akan memuliakan kita manakala kita juga
memuliakannya. Lantas ia akan menebarkan aneka kebaikan dan berbagai macam
keberkahan. Unik! Ia datang kepada kita dan kemudian menyuguhkan aneka rupa
sajian dan hidangan. Ia seorang tamu tetapi ia juga seorang penyambut tamu.
Akhirnya, hikmah-hikmah puasa dan
keutamaan-keutaman Ramadhan di atas, dapat kita jadikan media untuk
bermuhasabah dan menilai kualitas puasa kita. Hikmah-hikmah puasa dan Ramadhan
yang sedemikian banyak dan multidimensional, mengartikan bahwa ibadah puasa
juga multidimensional. Begitu banyak aspek-aspek ibadah puasa yang harus
diamalkan agar puasa kita benar-benar berkualitas dan mampu menghasilkan
nilai-nilai positif yang dikandung didalamnya. Seorang ulama sufi berkata
"Puasa yang paling ringan adalah meninggalkan makan dan minum". Ini
berarti di sana masih banyak puasa-puasa yang tidak sekedar beroleh dengan
jalan makan dan minum selama sehari penuh, melainkan 'puasa' lain yang bersifat
batiniah.
Semoga dengan mempersiapkan diri
kita secara baik dan merencanakan aktifitas dan ibadah-ibadah dengan ihlas
dalam menyambut Ramadhan kali ini, Dr. Abdul Aziz Kamil mengatakan sebagaimana
Anda menyambut Ramadhan seolah sambutan orang yang akan berpisah selamanya
(sehingga Anda pun serius menjalankan ketaatan). Serta berniat "Liwajhillah wa limardlatillah",
karena Allah dan karena mencari ridha Allah, kita mendapatkan kedua kebahagiaan
tersebut, yaitu kebahagiaan dunia dan akherat. Semoga kita bisa mengisi
Ramadhan tidak hanya dengan kuantitas harinya, namun lebih dari pada itu kita
juga memperhatikan kualitas puasa kita. Semoga.
*Tulisan ini pernah dipublikasi di Media Pontianak Post pada awal Ramadhan (Tahunnya lupaa.. hehe)
*Tulisan ini pernah dipublikasi di Media Pontianak Post pada awal Ramadhan (Tahunnya lupaa.. hehe)
Comments