Bersabar dalam Berhaji

Tidak lama lagi, kita akan memasuki bulan Dzulqaidah tahun 1435 Hijriah. Dimana di bulan ini merupakan Miqat Zamani (batas waktu melaksanakan haji) bagi umat Islam di seluruh dunia untuk melaksanakan rukun Islam kelima yakni Haji.   
Ibadah haji memerlukan persiapan fisik dan mental yang sungguh-sungguh. Bayangkan kurang lebih sekitar 4 (empat) juta umat Islam berkumpul di waktu dan tempat yang sama untuk melaksanakan ritual ibadah dan ziarah di dua kota suci (haramain) yakni Mekkah Al-Mukarramah dan Madinah Al-Munawwarah.
Pergerakan manusia (mobilisasi) terbesar sepanjang sejarah tentu memerlukan kesabaran luar biasa bagi jemaah haji, mengingat rentan timbulnya masalah-masalah baik mengenai pelayanan umum, transportasi, akomodasi, konsumsi maupun pada saat pelaksaaan ibadah, semenjak dari pemberangkatan di tanah air sampailah ke tanah suci Mekkah dan Madinah dan juga sekembalinya jemaah haji ke tanah air.

Haji : Ujian Kesabaran
Memang benar jika banyak yang mengatakan bahwa dalam ibadah haji, kesabaran merupakan salah satu hal yang akan diuji oleh Allah SWT. Karena kita akan menghadapi berbagai hal, yang kadang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan atau kita inginkan. Disamping melibatkan banyak pihak, ibadah haji juga membutuhkan banyak proses.
Menurut Wikipedia.org, sabar adalah suatu sikap menahan emosi dan keinginan, serta bertahan dalam situasi sulit dengan tidak mengeluh. Sabar merupakan kemampuan mengendalikan diri yang juga dipandang sebagai sikap yang mempunyai nilai tinggi dan mencerminkan kekokohan jiwa orang yang memilikinya. Semakin tinggi kesabaran yang seseorang miliki maka semakin kokoh juga ia dalam menghadapai segala macam masalah yang terjadi dalam kehidupan. Sabar juga sering dikaitkan dengan tingkah laku positif yang ditonjolkan oleh individu atau seseorang.  
Ujian kesabaran pertama dimulai ketika calon jemaah haji masuk Asrama Haji Transit atau Embarkasi. Kesabaran calon jemaah mulai diuji ketika menghadapi jadwal keberangkatan. Sabar menunggu di aula untuk mengikuti proses acara pelepasan yang bersifat seremonial dan menunggu waktu yang tepat untuk calon jemaah diberangkatkan ke bandara. Bagi yang tidak sabar, akan terasa sangat membosankan dan menjadi bentuk penyiksaan bagi dirinya.
Ujian kesabaran kedua akan dirasakan ketika menunggu di bandara. Bisa saja terjadi delay atau keterlambatan penerbangan. Dalam penerbangan 9-10 jam dari tanah air menuju Jeddah atau Madinah, kesabaran kembali diuji. Bukan masalah makanan yang kurang cocok atau toilet yang terbatas, tetapi dimensi waktu yang cukup lama bisa membuat kita bosan. Apalagi bagi orang yang sama sekali belum pernah merasakan perjalanan dengan menggunakan pesawat, mungkin akan merasa tidak tenang selama penerbangan. Dengan membaca Al-Qur’an atau berusaha untuk tidur bisa menjadi solusi yang tepat daripada hanya menggerutu akan lamanya penerbangan.
Saat tiba di Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah, tingkat kesabaran kita kembali diuji dengan menghadapi antrian imigrasi yang begitu panjang, sungguh sangat melelahkan. Bayangkan setiap jam ada saja calon jemaah haji dari manca negara yang tiba, bisa berjam-jam menunggu giliran diperiksa dokumen perjalanan kita. Apalagi jika kedapatan masalah dalam barang bawaan kita, disuruh membuka koper oleh petugas imigrasi Arab Saudi yang bahasanya sedikit dari kita dapat memahaminya. Mungkin disini tingkat kesabaran kita terkuras habis. Badan sudah letih, bosan diperjalanan, ingin segera sampai di pemondokan untuk mengistirahatkan diri.
Selanjutnya, ketika tiba di pemondokan. Biasanya ada “perebutan” kamar antar sesama jemaah. Urusan penempatan kamar yang membutuhkan waktu membuat calon jemaah emosi karena keletihan dan ingin segera beristirahat. Belum lagi pemondokan di Mekkah yang kadang jauh dari masjid. Untuk mempermudah mobilitas jemaah menuju Masjidil Haram, disediakan bis angkutan, tetapi biasanya selalu penuh, harus menunggu lama karena suasana jalan macet, sangat membutuhkan kesabaran kita. Manakala keterbatasan fasilitas itu dianggap sebagai sumber kekecewaan, maka berhaji bukan lagi memperoleh kesenangan dan kedamaian, melainkan justru sebaliknya menjadi berat dan menyiksa. Perlu kebesaran hati kita menghadapi persoalan tersebut yang selalu terjadi dalam berhaji.
Persoalan lainnya akan muncul pada pelaksanaan ibadah, seperti pada saat Thawaf, Sa’i, Melempar Jumrah, dan perjalanan dari Mekkah ke Arafah, Muzdalifah dan Mina. Melakukan sesuatu bersama-sama orang lain dalam jumlah yang sangat besar hingga harus berdesak-desakkan bukan hal mudah. Kadangkala hanya sekedar menggerakkan badan saja, ketika berjubel sulitnya bukan main. Belum lagi dalam suasana seperti itu, ada saja orang lain yang tidak peduli sesama mereka memaksa diri menerobos berusaha untuk merebut tempat atau mendahului. Suasana lelah, menjadikan seseorang sangat sulit mengendalikan emosi. Saat-saat yang demikian itu memerlukan tingkat kesabaran yang tinggi.
Iklim juga dapat mempengaruhi tingkat kesabaran jemaah. Iklim Mekkah dan Madinah yang tidak sama dengan di Indonesia, lebih panas atau juga kadang lebih dingin. Bagi orang yang tidak sabar maka akan mengeluh, malas beribadah. Sementara itu, banyak mengeluh dalam menjalani hidup dan pada saat berhaji harus ditinggalkan.
Ibadah haji tempat berkumpulnya umat Islam seluruh dunia. Tentu kita akan berhadapan dengan berbagai macam negara yang memiliki adat istiadat, kebiasaan dan cara pergaulan yang berbeda-beda yang kadang kita anggap tidak patut, ternyata dilakukan oleh mereka. Misalnya, pada saat kita sedang duduk menempati shaf dalam sholat, ternyata ada saja orang yang melewati dengan seenaknya sendiri. Melangkahi orang dan bahkan sambil memegang kepala orang lain dianggapnya biasa. Menghadapi kenyataan seperti itu, kesabaran sangat diperlukan.


Perbanyak Sabar
Kesabaran memang sangat diuji dalam melaksanakan ibadah haji. Karenanya, kerap dalam tausiyah ustadz di masjid-masjid, bahkan tidak hanya disebutkan sekali, tapi tiga kali, sabar, sabar, sabar, bahkan lebih. Begitu pentingnya kesabaran bagi jemaah haji sampai-sampai ada sebuah ungkapan, kalau perlu bawa sabar sebanyak bulu di badan.
Sabar bukan berarti sikap pasif, tetapi sabar dalam arti kemampuan mengendalikan diri. Kemampuan menata diri agar tidak terburu-buru melakukan sesuatu mengingat situasi dan kondisi begitu banyaknya umat Islam dunia yang menunaikan ibadah haji sementara fasilitas yang tersedia terbatas. Meminjam istilah bapak Drs. H. Mustolih, M.Si, “Penting sekali pergi haji membawa uang sekarung, tetapi lebih penting membawa berkarung-karung kesabaran”.
Kesabaran membuat seluruh proses ibadah kita akan semakin bermakna. Upayakan agar ibadah di tanah suci tidak dikotori oleh hawa nafsu amarah dan kebencian. Jadilah tamu Allah nan santun sehingga Tuan Rumah akan memberikan yang terbaik bagi kita. Selamat menunaikan ibadah haji, semoga kita mencapai Haji Mabrur. Amin ya Robb..

Comments

Opini Populer

Catatan Perjalanan Ibadah Umrah (- 1 -)

Catatan Perjalanan Ibadah Umrah (- 2 -)